Kasus foto dan video porno makin marak di Indonesia. Dan kita patut prihatin karena pelaku dan penontonnya mulai dari anak-anak yang notabene masih “ingusan”, artis terkenal, hingga elit politik anggota DPR yang merupakan representasi rakyat yang dihormati. Seperti yang kita ketahui, makin canggihnya teknologi digital dan komunikasi, makin mempermudah peredaran konten-konten porno. Apalagi didukung oleh perlengkapan-perlengkapan atau yang sering kita sebut dengan gadget yang semakin portabel, maka semakin mudahlah orang-orang mengakses konten-konten porno tersebut.
Lantas bagaimana menyikapi dan menghindarinya? Tulisan dari KH. Ihya’ Ulumuddin ini semoga bisa membantu dan menjadi renungan untuk kita semua.
Seorang muslim yang baik akan selalu berusaha menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya. Beribadah dengan baik, meninggalkan maksiat, berbuat baik terhadap sesama, dan sebagainya. Namun saat ini, untuk menjadi muslim yang baik sungguh berat tantangannya. Bagaimana tidak, ketika melangkah sedikit saja keluar rumah, nampak oleh kita gadis tetangga yang mengenakan rok mini. Ketika ingin menikmati segarnya udara pegunungan di tempat wisata, yang nampak adalah pasangan-pasangan yang sedang asyik berduaan tanpa kenal malu. Apalagi jika menyalakan televisi, semakin banyak saja pemandangan yang bukannya mendorong kita untuk lebih tekun beribadah, sebaliknya justru menjauhkan kita dari agama.
Di zaman yang sangat modern ini, kebanyakan manusia melupakan agama. Mereka lebih senang menuruti kemauan nafsu yang negatif tanpa dikontrol oleh agama. Kondisi ini menjadi sebab munculnya perbuatan-perbuatan yang meresahkan dan menjurus pada tindak kriminal, seperti perzinaan, pemerkosaan dan sebagainya.
Islam datang memberikan solusi dalam upaya menuju pada kehidupan yang lebih baik. Alloh berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (An Nahl 97). Dan salah satu solusi yang diberikan Allah pada manusia ketika bergaul dalam kehidupan publik adalah menutup aurat. Karena awal terjadinya asusila adalah terbukanya aurat dengan model-model pakaian yang minim dan ketat. Oleh karena itu, menampakkan aurat (terutama bagi perempuan) adalah sebuah aktifitas yang tidak baik, karena Allah melarang hal itu.
Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya"(An Nuur 31).
Dalam hukum fiqh batasan aurat perempuan di kehidupan publik memang terjadi perbedaan. Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat. Dan ada juga yang berbeda dari itu, bahwa seluruh badan perempuan adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Dan ada yang menambah pengecualiannya dengan pergelangan kaki. Meski-pun terjadi perbedaan, namun secara prinsip aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah, telapak tangan dan kaki, karena organ-organ selain tiga hal itulah yang menjadi pemicu utama bagi seorang pria untuk melakukan perbuatan asusila. Ini pendapat yang dianut kebanyakan ulama sekarang.
Dan yang termasuk aktifitas terlarang yang berkaitan dengan pengumbaran aurat adalah pornografi dan pornoaksi, yaitu gambar-gambar yang menampak-kan aurat, telanjang atau semi telanjang dan aktifitas yang lebih menonjolkan erotisme aurat. Selain Surah An Nuur, ayat 31, tentang larangan mengumbar aurat, Allah juga berfirman tentang pelarangan mendekati zina, yaitu segala aktifitas yang bisa mengarah pada perbuatan zina, baik yang bersifat aktif seperti rabaan, ciuman, pelukan dan sebagainya. Atau yang bersifat pasif seperti rangsangan melalui media audio atau visual. Itu semua termasuk pendekatan zina yang terlarang. “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Surah Al Isro’, ayat 32).
Namun dalam kenyataanya justru masyarakat lebih menyenangi hal-hal yang berkaitan pornografi maupun pornoaksi. Ini bisa dilihat dari maraknya penjualan dan pembelian VCD dan buku-buku porno, serta penampilan penggo-yang erotis yang direspon oleh sebagian masyarakat. Namun, kenyataan ini jangan membuat penghujatan-penghujatan pada mereka yang terlibat, karena itu tidak bisa menyelesaikan masalah yang terjadi, karena apa yang terjadi pada masyarakat tersebut kalau dipikir secara mendalam disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, masyarakat yang kurang memahami masalah agama, terutama pada batasan-batasan aurat yang terlarang untuk ditampakkan. Pada kondisi ini, seharusnya masyarakat banyak belajar, baik melalui majelis-majelis ta’lim atau membaca buku-buku agama. “Bertanyalah pada ahli agama jika kalian tidak mengetahuinya.” (An Nahl: 43).
Pertama, masyarakat yang kurang memahami masalah agama, terutama pada batasan-batasan aurat yang terlarang untuk ditampakkan. Pada kondisi ini, seharusnya masyarakat banyak belajar, baik melalui majelis-majelis ta’lim atau membaca buku-buku agama. “Bertanyalah pada ahli agama jika kalian tidak mengetahuinya.” (An Nahl: 43).
Kedua, ada juga sebagian masyarakat yang meyakini ajaran agamanya, namun karena suatu hal, ia belum bisa mengamalkannya. Terhadap orang-orang seperti ini, kita harus bisa mengemongnya dengan sabar, dan memberikan pengertian tentang pentingnya manfaat mengamalkan ajaran Islam baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Karena hanya dengan pengamalan ajaran Islam tersebut kemanfaatan akan terwujud pada dirinya maupun lingkunganya. Itulah sebagaimana yang dikatakan Rasullulloh Shollallohu ‘alaihi Wasallam; Khoirun nas anfa’uhum linnas, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bisa memberikan manfaat pada orang lain.”
Makin maraknya aksi pornografi dan pornoaksi ini di antaranya karena hukum perundang-undangan di Republik ini sangat lemah. Apalagi jika dibandingkan dengan hukum Islam, khususnya tentang perzinaan. Dalam hukum Islam, hukuman atas perzinaan yang dilakukan oleh orang yang belum menikah (Ghairu Muhshan) adalah didera cambuk sebanyak 100 kali. Sedangkan hukuman atas perzinaan yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah (Mukhshon) adalah dirajam, yaitu dipendam sebagian tubuhnya dalam tanah, lalu dilempari batu hingga mati.
Sepintas Hukum Islam ini terlihat sadis dan kejam, namun jika kita meyakini akan adanya kehidupan setelah kehidupan di dunia, yakni akhirat, kita tidak akan menilai demikian, bahkan akan menilai sebaliknya. Kenapa demi-kian? Karena Allah itu Maha Pengampun, di mana Allah akan mengampuni semua dosa, dengan syarat ia mau bertobat dengan sungguh-sungguh (nashuha). Dan pendosa yang bertobat ini ganjarannya adalah surga. Itulah tempat kembali yang sesung-guhnya. Hukuman inilah sebagai bentuk pertobatan. Dengan huku-man tersebut ia tidak mengulangi kembali kemaksiatan yang telah dilakukan. Bagaimana mungkin kita akan membuat jera pelaku kemaksiatan tetapi alat untuk menghukumnya hanya ringan bahkan sangat memungkinkan pelaku kemaksiatan melakukan kembali kemaksiatan itu berulang-ulang.
Orang-orang non muslim, bahkan muslim sekalipun ketika menolak diterapkannya hukum Islam itu biasanya hanya memandang bahwa hukuman tersebut bagi pelaku perzinaan sangat tidak manusiawi, kejam dan lain-lain. Hal ini bisa terjadi karena mereka sebenarnya tidak meyakini adanya akhirat, kehidupan setelah kehi-dupan dunia. Mereka mengetahui tetapi tidak meyakini. Dan mereka tidak mengetahui hakekat dari hukuman itu yang sebenarnya, yakni untuk mengganti hukuman yang nanti diterima di akhirat. Padahal hukuman di hari akhir itu justru sangat pedih, keras dan jauh lebih berat dibandingkan dengan hukuman di dunia yang justru sekarang ditakuti.
Islam adalah agama fitrah. Manusia dan semua makhluk adalah diciptakan Allah, maka hanya Allah yang mengetahui bagaimana bumi seisinya ini diatur agar tidak timpang. Fungsi manusia adalah sebagai pengelola yang baik didunia ini (khalifah). Inilah aturan Allah (syariat) yang telah digariskan. Manusia diperin-tahkan oleh-Nya untuk selalu berada pada jalur fitrah, yaitu fitrah kebaikan karena segala sumber kebaikan adalah Allah. Allah berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitroh Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak menyadari.
Jadi, kalau ukuran yang dipakai adalah fitrah, maka lebih baik mana menutup anggota tubuh atau membukanya? Lebih besar manakah pengaruhnya antara melihat wanita tanpa busana dengan melihat wanita yang berbusana? Manakah yang lebih mengembalikan kepada kebaikan antara melihat wanita yang berbusana ketat dengan wanita yang menutupi auratnya? Jika ukurannya fitrah, maka sebenarnya, melihat wanita tanpa busana atau berbusana minim pasti mempengaruhi nafsu, kecuali yang sudah tidak punya nafsu lagi.
Segala bentuk kebrutalan, anarkisme, dan semua tindakan kriminal bersumber dari dorongan nafsu. Apa yang akan terjadi manakala kehidupan manusia tidak dilingkupi dengan aturan (syari’at). Jadi fungsi sebenarnya sebuah aturan atau syari’at itu adalah mengatur manusia untuk menjadi makhluk terbaik.
KH. Ihya’ Ulumuddin, Penulis adalah pengasuh PP. al-Haromain Pujon, Malang.
Beliau adalah alumni dari Sayyid al-Maliki Makkah dan PP. Langitan Tuban
Posting Komentar