Dalam kitab Nashoih Dinniyah, Habib
Abdullah Alhaddad mengibaratkan shalat sebagaimana kepala pada manusia. Manusia
mustahil dapat hidup tanpa kepala. Demikian halnya semua perbuatan baik manusia
akan sia-sia jika tanpa disertai shalat. Shalat merupakan parameter diterima
atau tidaknya amal perbuatan manusia.
Rasul SAW bersabda, ‘Pertama yang diperhitungkan pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya diterima, maka seluruh amal sholehnya diterima, namun jika shalatnya ditolak, maka seluruh amal solehnya ditolak pula.’
Rasul SAW bersabda, ‘Pertama yang diperhitungkan pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya diterima, maka seluruh amal sholehnya diterima, namun jika shalatnya ditolak, maka seluruh amal solehnya ditolak pula.’
Al-walid Sayid Alwi bin Abdurrahman Assegaf
berkata, ‘Sesungguhnya pamanku Abdurrahman bin Ali berkata, jika kamu mempunyai
hajat baik urusan dunia ataupun akhirat, maka memintalah pertolongan kepada
Allah SWT dengan melaksanakan shalat. Bacalah akhir surat Thoha
seusai shalat, Insya Allah dengan segala kebesaran-Nya akan dikabulkan hajat
dan keinginanmu.’
Namun shalat kita pada masa sekarang ini tidaklah
seperti shalat para salaf terdahulu yang penuh khusyu’ dan khidmat. Shalat kita
merupakan shalat yang selalu dipenuhi kelalaian dan kealpaan, sehingga
sangatlah kecil prosentase diterimanya. Orang-orang sufi terdahulu yang tidak
diragukan lagi kedalaman ilmu pengetahuannya, menambahkan tiga rukun pada
rukun-rukun shalat yang dikemukakan para ulama fiqih yaitu, khusuk
atau tadabbur (hadirnya hati), khudu’(merendahkan diri kepada Allah) dan
ikhlas. Firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan.”
Penafsiran mereka dalam ayat ini adalah,
‘Janganlah kalian mendekati (mengerjakan) shalat sedangkan kalian dalam keadaan
mabuk oleh kesenangan dunia hingga pikiran kalian kosong dari dari segala
urusan dunia.’
Sekarang kita saksikan orang-orang melaksanakan
shalat namun hati mereka masih selalu tertuju pada urusan dunia, baik
urusan jual beli maupun pekerjaan mereka. Akibatnya mereka lupa berapa rokaat
yang telah mereka kerjakan, tidak mengetahui surat apa yang telah dibacakan
imam. Mereka sama sekali tidak menghayati bacaan Alfatihah dan ayat-ayat yang
lain dalam shalat, mereka tidak menyadari bahwa mereka berdiri di depan Maha
Penguasa dan sedang berdialog dengan Maha Pencipta. Urusan-urusan duniawi
benar-benar telah menguasai hati manusia.
Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf
Posting Komentar