Ahlusunnah Wal Jama´ah dalam melaksanakan ibadah dan syariat
mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang 4, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab
Maliki, Mazhab Syafei dan Mazhab Hambali.
Kita mengikuti salah satu Imam Mazhab bukan beriktiqad bahwa
istinbat hukum Imam yang kita ikut itu yang paling sahih, melainkan kita yakin
bahwa Imam Mazhab itu mempunyai ketaqwaan dan ilmu yang cukup serta dipercaya
sehingga mampu dan layak mengistinbat hukum langsung dari Qur´an dan Sunnah.
Semua Imam Mazhab berpesan kepada muridnya, jika engkau
menemukan dalil yang lebih sahih dari pendapatku maka ambillah dalil yang sahih
itu dan tinggalkan pendapatku. (Wasiat 4 Imam Mazhab).
Bagi penganut
Ahlussunnah Wal Jama´ah ucapan para Imam Mazhab bukan menjadi dalil untuk kita
menggali lagi Qur´an dan Hadits untuk menentukan mana hukum yang lebih sahih
untuk kita ikuti, melainkan difahami sebagai berikut:
1. Menunjukkan bahwa mereka mengistinbat hukum berdasarkan
Qur´an dan Sunnah.
2. Menunjukkan ketawadhu´an para Imam Mazhab.
Mereka
mengajarkan dan memberi contoh agar kita berakhlak mulia dan terus belajar ilmu
agama yang tujuannya adalah untuk mencari dan memperbaiki kesalahan kita
sendiri bukan untuk mencari kesalahan orang lain.
3. Dalam masalah fiqih (syariat) ada perbedaan penafsiran
dan pemahaman walaupun hadits atau yang disampaikan oleh Rasulullah SAW adalah
persis sama.
Perbedaan fiqih syariat ini dibolehkan dalam agama Islam. Pernah
ada 2 pemahaman dan pengamalan yang berbeda oleh Sahabat ra dari satu sabda
Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW membenarkan keduanya.
4. Agar para pengikutnya bersikap toleran dalam perbedaan
fiqih dalam cara beribadah/bersyariat.
5. Tujuan kita beribadah adalah untuk meningkatkan taqwa dan
akhlaq kita.
Syariat dan ibadah adalah wasilah untuk mencapai tujuan itu. Jadi
walaupun syariat itu sangat penting tetapi fokus kita beribadah adalah untuk
mendapatkan taqwa dan memperbaiki hati dan akhlaq.
Pengikut Ahlusunnah Wal Jama´ah dilarang mencoba mencari
mana hasil istinbat hukum dari Imam Mazhab itu yang paling sahih. Karena kalau
ada orang berbuat seperti itu, secara tidak sadar dia telah mensetarakan
dirinya atau gurunya yang mengajarkan itu sama dengan Imam Mazhab atau bahkan merasa
lebih berilmu dari para Imam Mazhab itu sehingga dapat menilai, yang ini lebih
sahih dan yang lain tidak.
Dalam agama Islam ada istilah fardhu kifayah dan fardhu
´ain. Fardhu kifayah adalah kewajiban yang jika salah seorang dari umat Islam
telah melaksanakan kewajiban itu, maka gugurlah kewajiban itu bagi umat Islam.
Sedang fardhu ´ain adalah kewajiban yang setiap muslim melaksanakannya.
Mengistinbat hukum dari Qur´an dan Sunnah dan menyusun ilmu
fiqih ibadah dan syariat adalah termasuk fardhu kifayah, dan para Imam Mazhab
telah menyusunnya beserta kaidah ushul fiqihnya. Mereka ketika menyusun ilmu
fiqih itu adalah atas dasar keperluan umat Islam di tempat dan zaman mereka
berada.
Oleh jumhur ulama Ahlusunnah wal Jama'ah, penyusunan ilmu
fiqih ini sudah selesai di abad ke 3 Hijriyah. Oleh sebab itu tidak ada lagi
ulama yang menyusun Mazhab baru setelahnya. Ulama-ulama di zaman berikutnya
mengikuti fiqih salah satu dari Imam Mazhab itu. Mereka terus menyusun
ilmu-ilmu lain yang ada dalam fardhu kifayah untuk menyelesaikan masalah umat
yang ada setelah itu.
Seorang muslim yang mengikut suatu hukum syariat tanpa
bersandar kepada Imam Mazhab adalah keliru. Dia akan menjadi lebih keliru dan
lebih berbahaya jika beriktiqad mengikuti suatu hukum karena menganggap hukum
ini dari Qur´an dan Sunnah yang paling sahih. Bahkan masih ada di zaman ini
orang yang masih mencari-cari mana syariat yang paling sahih dari Quran dan
Sunnah.
Mengapa ini berbahaya? Alasannya adalah:
1. Ketahuilah ilmu agama tidak seperti ilmu sains.
Ilmu agama semakin lama semakin sedikit, sebab ulama-ulama
yang berilmu dengan ilmu yang bersanad sampai kepada Rasulullah SAW semakin
sedikit. “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan serta merta mencabutnya
dari hati manusia. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para
‘ulama. Kalau Allah tidak lagi menyisakan seorang ‘ulama pun, maka manusia akan
menjadikan pimpinan-pimpinan yang bodoh. Kemudian para pimpinan bodoh tersebut
akan ditanya dan mereka pun berfatwa tanpa ilmu. Akhirnya mereka sesat dan
menyesatkan. (Al-Bukhari (100, 7307); Muslim (2673))
Maka barang siapa di akhir zaman ini masih mencari dan
mencoba mengistinbat hukum sendiri dari Quran dan Hadits yang paling sahih,
maka dia tidak akan mendapatkan ilmu fiqih yang lebih baik dari 4 Imam Mazhab
dan bahkan dia bisa tersesat. Sebab dia berada dalam zaman yang ilmu agamanya
sedikit. Berbeda dengan Ilmu sains, sebab ilmu sains semakin ke sini semakin
banyak, karena banyak ditemukan ilmu sains yang baru.
2. Ada juga orang yang berpendapat untuk mengambil hukum
syariat dangan cara mencampur hukum syariat dari 4 Mazhab.
Konon dia mencari dalil dari Quran dan Sunnah untuk menilai
syariat dari 4 Mazhab. Untuk bab A dia ambil Mazhab Hanafi, untuk bab B dia
ambil Mazhab Syafei, untuk bab C dia ikut Mazhab Maliki, untuk bab D dia ambil
Mazhab Hambali, karena menurutnya bab-bab yang dia pilih itu dia temukan dalil
Qur´an dan Hadits yang paling sahih. Hal ini juga berbahaya, secara tidak sadar
dia telah mendirikan Mazhab baru dengan kaidah ushul fiqih yang dia susun
sendiri. Untuk dapat mengistinbat hukum tidak cukup hanya mengetahui Hadits
sahih dan mutawatir, tetapi juga ilmu alat yang banyak, seperti ilmu bahasa
Arab, ilmu hadits, ilmu mantiq dan lain-lain, sehingga dia mesti membuat kaidah
ushul fiqih untuk “Mazhab” dia yang baru itu.
Belum lagi syarat ketaqwaan yang rasanya sulit untuk
dicapai. Ketahuilah setelah 4 Mazhab itu tidak pernah ada ulama-ulama besar
yang membuat mazhab baru. Imam Abu Ja´far At-Thahawi, Imam Abul Hasan Al
Asy´ari, Imam Abu Mansur Al Maturidi, Imam Ghazali, Imam Nawawi, Imam Ibnu
Hajar Al Asqolani, bahkan Imam Bukhari dan Imam Muslim penyusun hadits yang
terkenal mengikut satu dari 4 Mazhab. Apakah kita merasa lebih hebat dari
Imam-Imam ini?
3. Akan timbul kesombongan
Hal itu karena merasa dirinya saja yang paling benar karena
telah merasa melaksanakan hukum /syariat yang paling sahih dari Qur´an dan
Sunnah. Sehingga menganggap bid´ah dan rendah orang lain sebab masih ikut
syariat dan Mazhab yang kurang atau tidak sahih.
Tugas mengistinbat hukum dan menyusun ilmu fiqih sudah
selesai dilakukan oleh Imam Mazhab. Kita tinggal ikut saja. Marilah kita
menyibukkan diri dengan hal lain yang menjadi tugas kita untuk membantu menyelesaikan masalah umat yang lain, yang juga menjadi masalah kita dan
keluarga kita bersama. Wallahu a´alam.
FP Pemuda Desa
Posting Komentar