Najis yang dimaafkan menurut madzhab ini sebagaimana yang di
sebutkan syeikh wahbah AzZuhaili adalah kadar yang sedikit dari darah binatang
darat, maupun kadar yang sedikit dari nanah, yaitu jika ukurannya sekedar satu dirham
al-bighali. Artinya sekedar satu bulatan hitam yang terdapat pada kaki depan
binatang bighal (sejenis kuda kecil), ataupun kurang dari kadar itu.
Ketetapan ini tetap berlaku meskipun darah atau yang
semacamnya itu keluar dari tubuh orang itu sendiri ataupun dari orang lain, dan
baik darah atau yang semacamnya itu keluar dari manusia ataupun binatang,
meskipun dari babi. Begitu juga sama saja baik tempat yang terkena darah itu
pakaian ataupun badan ataupun tempat lainnya.
Ketentuan madzhab ini adalah najis jenis apapun yang susah
untuk dihindari ketika shalat atau masuk masjid itu dimaafkan. Tetapi najis ini tidak dimaafkan jika jatuh pada makanan ataupun minuman. Kerena akan
menyebabkan makanan ataupun minuman menjadi najis, sehingga makanan dan minuman
itu tidak boleh dimakan dan diminum.
Hadats yang terjadi dengan sendirinya secara terus menerus
seperti air kencing, air madzi, air mani, dan kotoran yang mengalir keluar dari
lubang dubur dengan sendirinya, maka najis-najis ini dimaafkan jika mengenai
badan, pakaian, atau tempat, tidak wajib membasuhnya karena darurat dan susah
dihindari meskipun sekali dalam sehari adalah cukup.
Ambein atau wasir yang basah, jika terkena tangan ataupun
pakaian orangnya sendiri setiap hari meskipun hanya sekali juga dimaafkan.
Tetapi tangan yang terkena najis saat digunakan membasuhnya tidak dimaafkan.
Sehingga dia harus membasuhnya, kecuali jika terjadi berulang-ulang lebih dari
dua kali dalam sehari. Karena membasuh tangan bukanlah perbuatan yang sulit
sebagaimana sulitnya membasuh pakaian dan badan.
Air kencing ataupun kotoran anak kecil yang terkena pakaian
atau badan ibu yang menyusuinya, meskipun anak itu bukan anaknya sendiri.
Apabila dia sudah berusaha menghindarkan diri ketika najis itu sedang keluar,
maka najis yang tetap mengenainya dimaafkan. Dan sunah bagi sang pengasuhnya
untuk menyiapkan pakaian suci ketika mau shalat.
Darah yang keluar dari tubuh seseorang itu sendiri ataupun
dari orang lain, dan baik darah atau yang semacamnya itu keluar dari manusia
ataupun binatang, meskipun dari babi yang kadarnya kurang dari satu dirham
Al-Bighal, maka dimaafkan. Najis yang mengenai tukang sembelih, tukang membersihkan
kandang dan kamar mandi, dan dokter yang merawat luka, maka disunnahkan bagi
mereka menyediakan pakaian khusus untuk shalat.
Air kencing ataupun kotoran kuda, bighal, dan keledai yang
terkena pakaian orang yang sedang shalat, terkena badannya, ataupun terkena
tempat shalatnya, apabila dia orang yang kesehariannya bercengkrama dengan
binatang ini, seperti para peternak, maka sulit untuk menghindari najis-najis
tesebut, oleh karena itu najisnya dimaafkan.
Najis yang dibawa lalat ataupun nyamuk yang jatuh ke dalam
suatu najis yang melekat pada kakinya ataupun mulutnya, kemudian ia terbang dan
hinggap pada pakaian ataupun badan. Maka, najis-najis yang dibawanya itu
dimaafkan karena sulit menghindarkan diri darinya.
Bekas darah ditempat bekam jika diusap dengan kain dan yang
semacamnya, dimaafkan sampai tempat bekaman itu menjadi baik, kemudian barulah
dibasuh. Ini disebabkan terdapat kesulitan untuk membasuhnya sebelum lukanya
sembuh.
Lumpur karena hujan dan juga airnya yang bercampur dengan
najis jika terkena pakaian ataupun kaki, selama ia masih berada di jalan
meskipun setelah hujan berhenti dimaafkan, dengan tiga syarat: Pertama, kadar
najis itu tidak melebihi kadar tanah atau air itu secara meyakinkan atau
perkiraan yang kuat. Kedua, orang tersebut belum terkena dengan najis
sebelumnya selain lumpur atau air cipratan hujan yang tercampur sedikit najis
tadi. Jika sebelumnya telah yakin terkena najis selain dua hal, maka shalatnya
rusak dengan membawa najis tersebut jika shalat. Ketiga, orang tersebut tidak
melakukan tindakan apa pun yang menyebabkan terjadinya percampuran itu. Tetapi
jika terjadi satu saja dari keadaan tersebut, maka najis itu tidak dimaafkan
lagi dan wajib dibasuh, sama seperti keadaannya apabila jalan itu kering karena
tidak terdapat lagi kesulitan.
Termasuk najis yang
dimaafkan juga cairan bisul yang mengalir jika memang bisul itu lebih dari
satu, baik ia mengalir dengan sendirinya ataupun dengan sebab dipencet. Jika
bisul itu hanya sebiji saja, maka airnya yang mengalir dengan sendirinya
ataupun keluar dengan sebab dipencet dimaafkan. Tetapi apabila ia dipencet
tanpa ada keperluan, maka ia tidak dimaafkan kecuali jika kadarnya tidak
melebihi kadar satu dirham.
Darah kutu anjing apabila kurang dari kadar satu dirham,
kotoran kutu anjing meskipun banyak juga dimaafkan. Begitu juga dimaafkan
bangkai kutu manusia yang sedikit, yaitu kadar tiga ekor ataupun kurang dari
itu.
Air yang keluar dari mulut orang yang sedang tidur jika ia
keluar dari ususnya dan berwarna kuning, busuk, dan keadaannya terus menerus. Tetapi
jika ia tidak berterusan, maka ia dihukumi najis.
Bekas najis setelah buang air dan bersucinya dengan
menggunakan batu ataupun kertas bagi lelaki dimaafkan, dan tidak wajib untuk
membasuhnya jika memang najisnya itu tidak melebihi kadar yang biasa. Tetapi
jika kadar najisnya banyak, menyebar ke bagian sekitar tempat keluarnya maka
harus membasuhnya.
Debu atau kotoran yang bercampur najis yang mengenai ujung-ujung
baju perempuan yang panjang juga termasuk najis yang dimaafkan.
Inilah kiranya najis-najis yang dimaafkan menurut madzhab
Maliki, dan dinilai sah shalatnya sesorang yang terkena najis-najis ini.
Ustdh. Isnawati (Rumah Fiqih)

Posting Komentar