Sebagai penutup, kisah ketiga bercerita
tentang seorang ulama yang menguasai banyak cabang ilmu agama Islam, seperti
ilmu qira'ah, tafsir, hadits, fikih perbandingan antarmahzab, ushuluddin,
ushulfiqh, nahwu, tasawuf, dan sebagainya. Beliau bernama Syeikh Abdul Qadir
Al-Jilany (470-561 H).
Suatu hari beliau bercerita kepada
murid-muridnya tentang perasaannya saat menghadapi orang lain.
"Kalau aku bertemu orang lain, aku
selalu berkata dalam hati bahwa orang itu lebih baik daripada diriku sendiri.
Saat bertemu anak kecil, aku selalu membatin bahwa anak kecil itu belum pernah bermaksiat kepada Allah SWT.
Saat bertemu orang sepuh, aku selalu membatin bahwa orang sepuh itu sudah lebih lama beribadah kepada Allah SWT.
Saat bertemu orang awam, aku selalu membatin bahwa orang itu bermaksiat hanya karena bodoh saja, sementara aku tetap bermaksiat walaupun tahu akibatnya.
Saat bertemu orang kafir, aku selalu membatin bahwa aku tidak tahu jalan hidup manusia; bisa jadi di ujung usianya dia jadi orang sholeh, sementara aku malah jadi orang kafir di kemudian hari."
Saat bertemu anak kecil, aku selalu membatin bahwa anak kecil itu belum pernah bermaksiat kepada Allah SWT.
Saat bertemu orang sepuh, aku selalu membatin bahwa orang sepuh itu sudah lebih lama beribadah kepada Allah SWT.
Saat bertemu orang awam, aku selalu membatin bahwa orang itu bermaksiat hanya karena bodoh saja, sementara aku tetap bermaksiat walaupun tahu akibatnya.
Saat bertemu orang kafir, aku selalu membatin bahwa aku tidak tahu jalan hidup manusia; bisa jadi di ujung usianya dia jadi orang sholeh, sementara aku malah jadi orang kafir di kemudian hari."
Inilah sedikit cerita-cerita dari saya,
semoga bermanfaat. Sedikit bocoran, tiga ulama yang saya sebut tadi adalah para
wali quthub. Sederhananya, wali quthub adalah "pewaris nabi paling
utama", jumlah golongan tersebut hanya ada satu orang di setiap masa.
Tugas mereka adalah memimpin semua orang
sholeh di muka bumi minimal secara spiritual, bersama Nabi Khiddir a.s. Baik
yang sudah wali, maupun yang bukan. Meski berganti-ganti orangnya, setidaknya
ada satu persamaannya; berakhlak mulia.
Jadi, selain memahami ilmu fikih, setiap
muslim sebaiknya juga memahami ilmu tasawuf. Hal ini karena ilmu tasawuf pada
dasarnya adalah tentang pembersihan hati.
Perlu kita ketahui bersama, agama Islam
punya sebutan lain, yaitu "agama akhlak".
Dikutip Dari Buku Kembali Menjadi Manusia oleh Doni Febriando

Posting Komentar