Rasulullah SAW bersabda, “Wudhu adalah setengah iman.” Beliau juga
bersabda, “Agama dibangun atas dasar kebersihan.” Beliau pun bersabda, “Kunci
shalat adalah bersuci.” Dan Allah SWT berfirman yang artinya, “Di dalamnya ada
orang-orang yang ingin membersihkan diri.” (QS At-Tawbah: 108).
Mulai sekarang, kajian kitab kuning kita memasuki pembahasan tentang
masalah-masalah ibadah, yang diawali dengan rahasia-rahasia bersuci.
Pengarang menjelaskan tingkatan-tingkatan bersuci, yang sangat penting kita
ketahui dan pahami. Marilah kita ikuti keterangan pengarang dan penjelasannya
tentang masalah rahasia bersuci.
Pengarang mengatakan:
Rasulullah SAW bersabda, “Wudhu adalah
setengah iman.” Beliau juga bersabda, “Agama dibangun atas dasar kebersihan.”
Beliau pun bersabda, “Kunci shalat adalah bersuci.” Dan Allah SWT berfirman
yang artinya, “Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.” (QS
At-Tawbah: 108).
Penjelasan Pengasuh
Orang-orang yang memiliki mata hati memahami dengan keterangan-keterangan
yang nyata ini bahwa hal yang terpenting adalah menyucikan bathin, karena
tidak mungkin yang dimaksud dengan sabda Nabi SAW “Bersuci adalah setengah
iman” adalah membersihkan lahir dengan menuangkan air sedangkan bathinnya ia
biarkan dipenuhi kotoran-kotoran. Tidak mungkin, tidak mungkin demikian.
Kemudian pengarang menjelaskan tingkatan-tingkatan bersuci dengan
mengatakan:
Bersuci itu memiliki empat tingkatan. Pertama, menyucikan lahiriah dari
hadats. Kedua, menyucikan anggota-anggota tubuh dari kesalahan dan dosa. Ketiga,
menyucikan hati dari akhlaq yang tercela. Keempat, menyucikan sir dari selain
Allah, dan ini merupakan bersucinya para nabi dan para shiddiqin.
Bersuci dalam setiap tingkatan merupakan setengah amal yang terdapat di
dalamnya, karena dalam setiap tingkatan terdapat takhliyah (mengosongkan)
dan tahliyah (menghiasi). Mengosongkan (dari sesuatu) merupakan setengah
amal, karena yang lainnya (yang setengahnya lagi) tergantung kepadanya. Itu
ditunjukkan dalam firman Allah yang artinya, “... Katakanlah, ‘Allah-lah (yang
menurunkannya)’, kemudian (sesudah engkau menyampaikan Al-Qur’an kepada mereka)
biarkanlah mereka...” (QS Al-An`am: 91). Firman Allah yang artinya “Kemudian
biarkanlah mereka” adalah mengosongkan (hati) dari selain Allah.
Demikian juga dengan hati. Ia harus dikosongkan dari akhlaq yang
tercela, kemudian dihiasi dengan akhlaq yang terpuji. Anggota-anggota tubuh
pun harus dikosongkan dari dosa-dosa dan kemudian dihiasi dengan ketaatan. Masing-masing
dari tingkatan ini merupakan syarat untuk menyelami tingkatan yang sesudahnya.
Jadi, pertama-tama menyucikan lahiriah, kemudian menyucikan anggota tubuh,
lalu menyucikan hati, dan setelah itu menyucikan sir.
Maka tidak semestinya engkau menduga bahwa yang dimaksud dengan bersuci
itu adalah menyucikan lahiriah saja (Jika demikian) engkau akan luput dari yang
dimaksud. Dan jangan engkau menduga pula bahwa tingkatan-tingkatan ini dapat
dicapai dengan angan-angan dan diperoleh dengan mudah. Karena sesungguhnya,
jika engkau gunakan seluruh umurmu untuk itu, mungkin engkau hanya akan
mendapatkan sebagian dari maksud-maksud itu.
Penjelasan Pengasuh
Setiap kali yang dituntut itu sesuatu yang langka dan mulia, perjalanannya
menjadi lebih sulit dan lebih lama, dan kendalanya lebih banyak. Maka janganlah
Anda menduga bahwa hal ini dapat dicapai dengan angan-angan dan dapat diperoleh
dengan mudah.
Ya, orang yang buta mata hatinya dari tingkatan-tingkatan ini hanya memahami
tingkatan yang terakhir yang dia itu seperti kulit terluar yang tampak dibandingkan
isinya yang dicari. Maka ia hanya menyibukkan diri dan menghabiskan semua
waktunya untuk istinja, membasuh pakaian, membersihkan bagian luar tubuhnya,
dan mencari air yang banyak karena menyangka bahwa bersuci yang dituntut dan
mulia itu hanyalah ini. Ia tidak mengetahui tingkatan-tingkatan yang sebelumnya
dan tidak menggunakan waktunya untuk menyucikan hatinya.
Al-Mursyid Al-Amin Karya Al-Ghazali oleh: K.H. Saifuddin Amsir
Posting Komentar