Seorang istri yang telah berhubungan badan dengan suami dan jika sampai
terjadi penetrasi, dengan kata lain telah masuknya zakar suami ke liang vagina
istri sehingga kepala zakarnya (batas sunat) terbenam dan tidak tampak, sudah
wajib mandi atas keduanya, baik keduanya orgasme maupun salah satunya atau
keduanya belum mengalami orgasme, baik sebentar atau lama, sengaja atau tidak.
Sedangkan kalau setelah mandi keluar cairan lagi dan Sang istri merasa
bingung apakah itu sperma suami ataukah keputihan, hukumnya adalah, kalau benar
ragu antara sperma suami ataukah keputihan, dua keadaan tersebut sama-sama
tidak mewajibkan mandi, karena keluarnya air sperma mewajibkan mandi kalau
spermanya sendiri yang keluar bukan sperma suami. Dan, kalau yang keluar adalah
cairan keputihan, itu pun tidak mewajibkan mandi.
Mengetahui perkara-perkara yang mewajibkan mandi besar ini penting bagi pasangan suami-istri, sebab hal ini terkait dengan sahnya ibadah dan bolehnya berhubungan badan supaya tidak jatuh ke dalam dosa, apalagi setiap muslim dituntut untuk mengetahui seluk beluk suatu ibadah sebelum mengerjakannya. Adapun perkara-perkara tersebut antara lain:
1. Masuknya zakar ke dalam kemaluan.
Masuknya zakar ke dalam kemaluan
seorang wanita (vagina) merupakan sebab wajibnya mandi besar kepada pasangan
tersebut. Dan batas masuknya tidak harus dengan masuk semua batang zakarnya,
melainkan jika sudah masuk kepala zakarnya (yaitu bagian yang kulitnya
disunat), wajib atas keduanya mandi besar walaupun sebentar, ataupun belum
orgasme dan ejakulasi.
2. Ejakulasi (keluarnya sperma).
Ketika air sperma keluar, baik
dari seorang laki-laki maupun perempuan, karena berhubungan badan, onani, atau
karena mimpi basah, wajib atasnya untuk mandi besar.
Perlu diketahui, tidak setiap sperma yang keluar mewajibkan mandi, jadi ada
batasan sperma yang mewajibkan mandi, yaitu bila telah memenuhi dua syarat (1
dan 2) dari lima syarat yang mewajibkan mandi berikut ini:
1. Air sperma yang keluar adalah air spermanya sendiri.
Lain
halnya jika air sperma orang lain yang keluar. Misalnya, seorang istri setelah
bersenggama tidak sampai orgasme dan ejakulasi, berarti jelas ia tidak
mengeluarkan air sperma, lalu setelah mandi keluar cairan sperma dari
kemaluannya, jelas itu adalah air sperma suaminya. Maka tidak wajib mandi
atasnya (atas keberadaan sperma yang diketahui setelah mandi tersebut), cukup
berwudhu.
2. Air sperma yang pertama kali keluar.
Maka tidak demikian halnya
kalau air sperma telah keluar lalu dimasukkan lagi ke dalam kemaluannya. Jika
keluar lagi, tidak wajib atasnya mandi lagi, cukup berwudlu’.
3 & 4. Setelah suci dari haidh dan nifas.
Ketika seorang wanita yang
sedang menstruasi atau nifas mendapatkan darahnya sudah berhenti, wajib atasnya
untuk mandi besar. Sedangkan cara mengetahui ia suci atau belum yakni dengan
cara memasukkan kapas atau tisu dan lain-lain ke dalam tempat masuknya zakar
(vagina). Jika ia mendapatkan kapas tersebut bersih tidak ada noda sama sekali,
seperti halnya kalau kapas/tisu tersebut dicampur dengan air ludah, berarti
ia sudah suci.
5. Setelah melahirkan.
Jika seorang wanita selesai melahirkan
walaupun karena keguguran dan masih berupa segumpal darah atau daging, wajib
atasnya mandi besar, dan itu pun jika setelah proses kelahiran tidak langsung
keluar darah nifas. Misalnya, setelah proses kelahiran tidak ada darah sama
sekali, berarti ia belum atau tidak mengeluarkan darah nifas, dan berkewajiban
untuk menunaikan shalat lima waktu dan harus mandi sebelumnya. Dan jika setelah
proses kelahiran bersambung dengan keluarnya darah nifas seperti umumnya para
wanita ketika melahirkan, tidak wajib mandi saat itu, akan tetapi nanti
sekalian setelah suci dari nifasnya.
Habib Segaf bin Hasan Baharun, M.H.I, Pengasuh Pondok Puteri Pesantren Darul Lughah wad Da’wah, Bangil, Jawa Timur
Posting Komentar