Dalam shalat, gerakan-gerakan maupun ucapan-ucapan yang
dilakukan, baik yang fardhu maupun yang sunnah, dapat kita lihat dan kita
dengar. Meskipun demikian, shalat sesungguhnya bukan hanya amaliah anggota-anggota
tubuh yang tampak, melainkan juga melibatkan amaliah hati. Bahkan, amaliah
hati ini sangat menentukan kualitas shalat yang kita lakukan. Karena itu,
masalah tersebut harus pula kita pahami dengan baik. Berikut ini penjelasan
pengarang tentang persoalan yang penting ini yang mungkin jarang kita
perhatikan.
Imam Al Ghazali mengatakan,
Di antara syarat-syarat tersebut adalah khusyu‘. Allah SWT
berfirman yang artinya, “Laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS Tha-Ha:
14). Di samping itu Nabi SAW juga bersabda, “Berapa banyak orang yang
mendirikan shalat namun bagian yang diperolehnya dari shalat hanyalah rasa
letih dan kepayahan.”
Khusyu‘ itu berdekatan dengan khudhu‘, hanya saja khudhu‘
itu pada badan dan merupakan pengakuan kerendahan, yakni di hadapan Allah. Sedangkan
khusyu‘ itu pada badan, suara, dan pandangan. Di dalam hadits dari Qatadah
dikatakan, ”Khusyu‘ itu di dalam hati dan menetapi pandangan dalam shalat.”
Artinya, menetapinya (memfokuskannya) ke tempat sujud.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya shalat itu adalah semata-mata
dzikir, bacaan Al-Qur’an, munajat, dan dialog, dan hal tersebut tidak dapat
terwujud kecuali dengan hadirnya hati. Sementara itu, kesempurnaan khusyu’
dapat diperoleh dengan jalan memahami, mengagungkan, menghadirkan rasa takut,
pengharapan, dan rasa malu. Kesimpulannya, setiap kali bertambah ilmu seseorang
tentang Allah SWT, bertambah pula rasa takutnya dan didapatlah kehadiran hati.
Yang dimaksud dengan kehadiran hati adalah mengosongkan hati
dari selain yang sedang dihadapi dan sedang diajak bicara, dan pikirannya tidak
mengembara kepada selain perbuatan dan ucapan yang sedang dilakukan. Selama ia
berpaling dari selain itu, hatinya tetap mengingat apa yang sedang dilakukannya,
dan tidak ada kelalaian dari segala sesuatu, berarti kehadiran hati telah diperolehnya.
Jika engkau mendengar adzan, sepatutnya hatimu menghadirkan
(merasakan) dahsyatnya seruan di hari Kiamat, dan bersemangatlah dengan lahir
dan bathinmu untuk memenuhi panggilan adzan itu dengan segera, karena
orang-orang yang bersegera memenuhi panggilan itulah yang dipanggil dengan
penuh kelembutan di hari Kiamat.
Jika engkau dapati hatimu penuh kegembiraan dan suka cita dan
sangat ingin untuk segera melaksanakan, akan demikian pula keadaan engkau kelak
ketika dipanggil di hari Kiamat. Oleh karena itu, Nabi SAW bersabda, “Gembirakanlah
kami dengannya, wahai Bilal,” karena yang menggembirakan beliau adalah ketika
berada dalam shalat.
Pengajian Kitab Al-Mursyid Al-Amin Karya Al-Ghazali oleh K.H. Saifuddin Amsir

Posting Komentar