Daging kurban hanya boleh diberikan kepada orang Islam, sedangkan kepada
orang kafir hukumnya tidak boleh.
Namun, Dalam kitab al-Majmu’ diterangkan bahwa boleh memberikan daging kurban kepada kafir dzimmy yang fakir dengan syarat kurban tersebut adalah kurban tathawwu’ (sunah). Apabila kurbannya wajib (nadzar) maka hukumnya tidak boleh. Dalam pembagiannya, daging kurban harus dibagikan dalam keadaan mentah, agar daging tersebut dapat dimanfaatkan sesuai kehendak si penerima. (Hasyiyah al-Bujairomy Ala al-Khathib, XIII, 244)
Lalu bagaimana dengan mudlohhi (orang yang berkurban), apakah dia boleh memakan daging kurban miliknya sendiri tadi?
Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa bahwa mudlohhi wajib memakan kurban tersebut walaupun sedikit, karena firman Allah :
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. (QS. al-Hajj, 28)
Namun qaul yang shahih berpendapat lain yaitu tidak mewajibkan bagi mudlohhi untuk memakan daging kurbannya tersebut, tetapi sunah untuk ikut memakan sebagian kurbannya. Ini jika kurban itu kurban tathawwu’. Tapi jika kurban nadzar, hukumnya adalah haram memakannya.
Imam Haramain dan Imam Ghozali berpendapat bahwa menyedekahkan semua itu lebih baik, jika tidak disedekahkan semua, maka apa yang harus dilakukan?
Qaul qadim Imam Syafi’i mengatakan bahwa separuh daging dimakan sendiri, dan separuh lainnya disedekahkan. Sedangkan menurut qaul jadid, sepertiganya dimakan sendiri dan dua pertiganya disedekahkan. Dan banyak ulama’ lain yang menukil qaul ini dengan memerincinya lagi, yaitu sepertiga dimakan sendiri untuk tabarruk, sepertiga disedekahkan kepada fakir miskin, sepertiga dihadiahkan kepada para aghniya’ (orang kaya). (Tafsir Ibnu Katsir, V, 416, Kifayah al-Akhyar, II, 241).
Daging kurban tidak boleh dijual dan juga tidak boleh digunakan sebagi ujroh (upah) bagi panitia pelaksana kurban atau penyembelih, meskipun kurban tersebut adalah kurban tathawwu’. Karena adanya daging kurban untuk dibagi-bagikan dan bukan untuk keperluan yang lain. Sedangkan Imam Hanafi berpendapat bahwa menjual daging kurban hukumya boleh. (Kifayayatu al-Akhyar, II, 242)
Namun, Dalam kitab al-Majmu’ diterangkan bahwa boleh memberikan daging kurban kepada kafir dzimmy yang fakir dengan syarat kurban tersebut adalah kurban tathawwu’ (sunah). Apabila kurbannya wajib (nadzar) maka hukumnya tidak boleh. Dalam pembagiannya, daging kurban harus dibagikan dalam keadaan mentah, agar daging tersebut dapat dimanfaatkan sesuai kehendak si penerima. (Hasyiyah al-Bujairomy Ala al-Khathib, XIII, 244)
Lalu bagaimana dengan mudlohhi (orang yang berkurban), apakah dia boleh memakan daging kurban miliknya sendiri tadi?
Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa bahwa mudlohhi wajib memakan kurban tersebut walaupun sedikit, karena firman Allah :
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. (QS. al-Hajj, 28)
Namun qaul yang shahih berpendapat lain yaitu tidak mewajibkan bagi mudlohhi untuk memakan daging kurbannya tersebut, tetapi sunah untuk ikut memakan sebagian kurbannya. Ini jika kurban itu kurban tathawwu’. Tapi jika kurban nadzar, hukumnya adalah haram memakannya.
Imam Haramain dan Imam Ghozali berpendapat bahwa menyedekahkan semua itu lebih baik, jika tidak disedekahkan semua, maka apa yang harus dilakukan?
Qaul qadim Imam Syafi’i mengatakan bahwa separuh daging dimakan sendiri, dan separuh lainnya disedekahkan. Sedangkan menurut qaul jadid, sepertiganya dimakan sendiri dan dua pertiganya disedekahkan. Dan banyak ulama’ lain yang menukil qaul ini dengan memerincinya lagi, yaitu sepertiga dimakan sendiri untuk tabarruk, sepertiga disedekahkan kepada fakir miskin, sepertiga dihadiahkan kepada para aghniya’ (orang kaya). (Tafsir Ibnu Katsir, V, 416, Kifayah al-Akhyar, II, 241).
Daging kurban tidak boleh dijual dan juga tidak boleh digunakan sebagi ujroh (upah) bagi panitia pelaksana kurban atau penyembelih, meskipun kurban tersebut adalah kurban tathawwu’. Karena adanya daging kurban untuk dibagi-bagikan dan bukan untuk keperluan yang lain. Sedangkan Imam Hanafi berpendapat bahwa menjual daging kurban hukumya boleh. (Kifayayatu al-Akhyar, II, 242)
Adapun hikmah yang dapat kita ambil dari ibadah kurban
adalah menambah taqarrub kepada Allah. Juga sebagai wahana menumbuhkan
keakraban antar warga dalam bersosialisasi dengan menghilangkan jurang pemisah
antara si kaya dan si miskin. Semoga amal kurban kita kali ini diterima Allah
dengan balasan yang berlipat ganda.
Buletin El Fajr, Ma'had Qudsiyyah Kudus
Posting Komentar