Setelah hari raya Idul Fitri di bulan Syawal, kaum muslimin masih mempunyai
satu hari raya lagi yang terkenal dengan sebutan Idul Adha atau hari raya
Qurban, karena pada hari itu mereka menyembelih hewan Qurban sebagai ungkapan
rasa syukur kepada Allah Subhanahu wata’ala atas rejeki yang telah
dianugerahkan kepada mereka. Hewan yang disembelih tersebut populer dengan sebutan
udhiyah.
Dasar Hukumnya
Dalil yang mendasari pelaksanaan ibadah Qurban adalah firman Allah dalam surat
al Kaustar, fasholli lirobbika wanhar, “Sholatlah Idul Adha dan sembelihlah
qurban,” dan Hadist Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam, maa ‘amila ibnu
aadama yaumannahri min ‘amalin ahabba ilallahi ta’ala min iroqotiddami……..al
hadist, “Tiada amal yang dilakukan anak adam pada hari raya Qurban yang lebih
baik menurut Allah kecuali menyembelih qurban.”Hal-hal yang Disyaratkan Dalam
Berqurban.
Dalam melaksanakan ibadah Qurban ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,
yaitu:
1. Hewan yang disembelih harus berupa hewan ternak yang antara lain,
unta, sapi, kerbau, atau kambing. Namun menurut Ibnu Abas ra. boleh saja
berqurban dengan meyembelih ayam bila tidak punya hewan ternak sebagaimana
tersebut di atas. Dalam hal ini ada anjuran bagi orang faqir untuk taqlid pada
madzhabnya ibnu abbas (Bajuri II,295).
2. Waktu penyembelihannya pada hari raya Idul Adha (tanggal 10 Dzul Hijjah)
dan pada hari-hari Tasyriq (11,12 dan 13 Dzul Hijjah) beserta malam harinya.
3. Niat berqurban untuk mendekatkan diri pada Allah.
Dari uraian di atas dapat pula disimpulkan bahwa berkurban dengan uang itu
tidak sah karena Qurban itu disyaratkan harus berupa hewan ternak (Raidul Badi’ah,8).
Bila hewan Qurban di sembelih di luar waktu yang telah ditentukan di atas, maka
hewan Qurban itu tidak sah sebagai Qurban Sunnah dan sah sebagai Qurban Wajib,
namun menjadi qodlo’ dari Qurban Wajib tersebut (kifayatul akhyar II,226).
Begitu juga dihukumi tidak sah bila hewan Qurban itu tidak disembelih tapi
dibagikan dalam keadaan hidup kepada faqir miskin walaupun dengan niat agar
dijadikan sebagai modal usaha (Ahkamul Fuqohak,312).
Hukum Udhiyyah
Hukum melakukan ibadah Qurban adalah sunnah mua’kaddah ‘alal kifayah, yakni
hukum sunat ini diperuntukkan kepada salah satu anggota rumah atau keluarga,
oleh sebab itu bila dalam satu rumah atau keluarga sudah ada yang melakukan,
maka anggota keluarga yang lain tidak lagi dituntut untuk melakukannnya. Meski
demikian, manakala anggota keluarga lainnya melakukan tetap mendapat pahala.
Bila hewan yang digunakan Qurban itu berupa sapi atau unta, maka cukup
digunakan untuk tujuh orang, artinya bila ada orang tujuh atau tujuh rumah yang
berkorban dengan seekor sapi atau unta maka sudah cukup. Sedangkan kambing
hanya cukup untuk satu orang saja, sehingga bila ada sekelompok orang secara
kolektif membeli seekor kambing dan digunakan udhiyyah, maka hukumnya tidak sah
sebagai udhiyyah. Namun bila satu orang membeli seekor kambing dan digunakan
berqurban, lalu ia berniat mengirimkan padanan pahalanya kepada orang lain,
maka diperbolehkan. (Bajuri, II, 297).
Berqurban untuk orang lain tanpa seizinnya itu hukumnya tidak boleh, oleh
sebab itu menyembelih binatang sebagai ibadah qurban untuk orang yang sudah
meninggal itu hukumnya diperinci, sah, bila sebelum meninggal ia telah memberi
ijin, seabaliknya, bila sebelum meninggal dia tidak sempat memberi ijin kepada
para ahli waris, maka ahli waris tidak berhak melakukan ibadah Qurban untuknya.
(Bajuri II,297).
Syarat Hewan Ternak Udhiyyah
Hewan yang digunakan berqurban disyaratkan:
1. Bila kambing Gibas, maka harus sudah tanggal giginya (puwel/pupak, Jawa)
atau sudah berumur 1 tahun lebih dan sudah memasuki tahun kedua.
2. Bila kambing Jawa (kambing Kacang), harus berumur 2 tahun dan memasuki
usia 3 tahun.
3. Bila unta, maka harus sudah tanggal giginya atau berumur 5 tahun dan
memasuki tahun ke-6.
4. Bila sapi, maka harus sudah tanggal giginya atau berumur 2 tahun dan
memasuki tahun ke-3. Hewan betina dari beberapa macam binatang di atas boleh
saja digunakan udlhiyah, hanya saja hewan yang jantan tetap lebih diutamakan.
Hewan Ternak yang Tidak Sah Dijadikan Qurban
Dari deretan hewan ternak yang tersebut di atas, ada yang tidak boleh dijadikan
qurban bila mengalami salah satu dari beberapa kondisi berikut ini:
1. Buta salah satu matanya.
2. Pincang kakinya, walau pincangnya disebabkan ketika akan disembelih.
3. Sakit.
4. Sangat kurus.
Adapun hewan yang dikebiri atau patah tanduknya asal tidak mempengaruhi
dagingnya atau hewan yang tidak punya tanduk, (Brujul, Jawa) itu hukumnya tetap
sah digunakan Qurban, namun bila yang putus itu telinganya atau ekornya, maka
tidak sah.
Waktu Menyembelih
Waktu menyembelih dimulai dari meningginya matahari pada hari raya Idul Adha
setelah dua rokaat sholat hari raya dan dua khutbah sampai terbenamnya matahari
di hari Tasyriq. Oleh karena itu sah saja menyembelih qurban pada malamnya
hari-hari tersebut, namun hukumnya makruh.
Yang Disunahkan Dalam Menyembelih
1. Membaca bismillah. Menurut madzhab Syafi’i hukumnya sunah, sehingga bila
pada saat menyembelih, tidak membaca bismillah, maka sembelihannya tetap
dihukumi halal. Namun menurut mazhab lain, hukumnya wajib sehingga bila tidak
membaca bismillah, sembelihannya haram dimakan.
2. Membaca shalawat.
3. Mengahadap kiblat bagi orang yang menyembelih dan hewan yang disembelih.
4. Membaca takbir sebelum dan sesudah bismillah.
5. Membaca do’a, semisal Allahumma hadzihi minka wa ilaika fataqobbal.
Pentasarufan Daging Qurban
Daging Qurban itu ditasarufkan kepada kalangan fuqara masakin (mereka boleh
memakan atau menjualnya), juga dapat ditasarufkan kepada kalangan orang-orang
kaya (mereka hanya boleh memakannya saja). (Fathul Wahab II, 189).
Jika hukum ibadah Qurban itu wajib (misalnya, dinadzari atau Qurban untuk
orang lain, orang meninggal misalnya), maka seluruh dagingnya harus
dishadaqahkan, orang yang berqurban dan keluarganya tidak boleh memakan
dagingnya sedikit pun. Tetapi bila Qurbannya sunah (tidak dinadzari), maka ia
dan keluarganya mendapat hak ikut makan dagingnya maksimal sepertiganya. Dalam
menshadaqahkan daging harus dalam keadaan mentah, tidak boleh dalam keadaaan
matang.
Orang yang menyembelih atau yang menguliti (mboleng, Jawa) tidak berhak
mendapat upah yang diambilakan dari daging Qurban. Kulit hewan Qurban tidak boleh dijual untuk pembangunan mushollla, madrasah dan
lain-lain, karena merupakan haknya faqir miskin (al Mauhibah IV, 697). Selain
itu, orang yang diwakili oleh mudhohhi (orang yang berkurban) tidak
diperkenankan menjual kulit hewan Qurban.
Berbagai sumber
Posting Komentar