Para ulama di kalangan mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah
umumnya cenderung mengatakan kulit bangkai tidak akan kembali menjadi suci
meskipun sudah disamak.
1. Mazhab Al-Hanabilah
Ibnu Qudamah (w. 620 H) yang mewakili mazhab
Al-Hanabilah menuliskan di dalam kitab Al-Mughnibahwa kulit bangkai
hukumnya najis, baik sebelum disamak ataupun setelahnya.
وَكُلُّ جِلْدِ مَيْتَةٍ دُبِغَ أَوْ لَمْ يُدْبَغْ فَهُوَ نَجِسٌ
لا يَخْتَلِفُ الْمَذْهَبُ فِي نَجَاسَةِ الْمَيْتَةِ قَبْلَ الدَّبْغِ، وَلا نَعْلَمُ
أَحَدًا خَالَفَ فِيهِ، وَأَمَّا بَعْدَ الدَّبْغِ فَالْمَشْهُورُ فِي الْمَذْهَبِ
أَنَّهُ نَجِسٌ أَيْضًا
Semua kulit bangkai yang sudah disamak ataupun yang belum
disamak maka hukumnya najis. Para ulama di dalam mazhab Hanbali tidak berbeda
pendapat atas najisnya kulit bangkai sebelum disamak, tidak ada satupun yang
kita ketahui ulama yang berbeda. Sedangkan setelah disamak, maka yang paling
masyhur di dalam mazhab hukumnya najis juga.
Syamsuddin Abul Farraj Ibnu Qudamah (w. 682 H) menuliskan
dalam kitabnya Asy-Syarhul Kabir sebagai berikut :
ولا يطهر جلد الميتة بالدباغ هذا هو الصحيح من المذهب
Dan kulit bangkai tidak bisa disucikan dengan penyamakan.
Inilah yang shahih dari mazhab Hambali.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Al-Kharsyi (w. 1101 H) di dalam kitabnya, Syarah
Mukhtashar Khalilmenuliskan sebagai berikut :
وَجِلْدٍ وَلَوْ دُبِغَ (ش) يَعْنِي أَنَّ جِلْدَ الْمَيْتَةِ وَالْجِلْدَ
الْمَأْخُوذَ مِنْ الْحَيِّ نَجَسٌ وَلَوْ دُبِغَ عَلَى الْمَشْهُورِ
Dan kulit meskipun sudah disamak, maksudnya kulit bangkai
yang diambil dari hewan hidup hukumnya najis, meski sudah disamak, menurut
pendapat yang masyhur.
Al-Hathab Ar-Ru'aini (w. 954 H) di dalam
kitab Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar Khalil menuliskan sebagai
berikut :
الْمَشْهُورُ مِنْ قَوْلِ مَالِكٍ الْمَعْلُومُ مِنْ مَذْهَبِهِ
أَنَّ جِلْدَ الْمَيْتَةِ لَا يُطَهِّرُهُ الدِّبَاغُ
Yang masyhur dari pendapat Imam Malik dan diketahui dari
mazhabnya bahwa penyamakan tidak mensucikan kulit bangkai.
Pendapat Sucinya Kulit Bangkai Setelah Disamak
1. Asy-Syafi'iyah
Al-Mawardi (w. 450 H) yang merupakan tokoh ulama dalam
mazhab Asy-Syafi'iyah menuliskan di dalam kitabnya, Al-Hawi Al-Kabir fi
Fiqhi Al-Imam Asy-Syafi'i sebagai berikut :
فأما المأكول فَيَطْهُرُ جِلْدُهُ بِالذَّكَاةِ إِجْمَاعًا، وَبِالدِّبَاغَةِ
إِنْ مَاتَ
Adapun hewan yang halal dimakan maka kulitnya disucikan
dengan penyembelihan (secara ijma') dan kalau sudah mati disucikan dengan
penyamakan.
Al-Imam An-Nawawi (w. 676 H) yang merupakan icon dari
mazhab Asy-Syafi'i menuliskan dalam kitabRaudhatu Ath-Thalibin wa Umdatu
Al-Muftiyyin sebagai berikut :
وَالثَّانِي: أَنْ يُدْبَغَ جِلْدُ الْمَيْتَةِ، فَيَطْهُرُ بِالدِّبَاغِ
مِنْ مَأْكُولِ اللَّحْمِ وَغَيْرِهِ، إِلَّا جِلْدَ كَلْبٍ، أَوْ خِنْزِيرٍ، وَفَرْعَهُمَا،
فَإِنَّهُ لَا يَطْهُرُ قَطْعًا
Kedua : kulit bangkai yang disamak. Hewan yang halal
dagingnya atau yang selainnya (tidak halal), maka hukumnya suci bila disamak,
kecuali anjing, babi dan keturunannya. Hal itu karena memang aslinya tidak bisa
disucikan.
2. Al-Hanafiyah
Ibnu Juzai Al-Kalbi (w. 741 H) di dalam
kitabnya, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah, menuliskan sebagian ulama mereka
mengatakan najis sebagaimana pendapat Ahmad bin Hambal. Namun sebagian mereka
mengatakan suci sebagaimana pendapat Asy-Syafi'iyah.
وَأما جلد الْميتَة فَإِن لم يدبغ فَهُوَ نجس وَإِن دبغ فَالْمَشْهُور
أَنه نجس وفَاقا لِابْنِ ... وَقيل هُوَ طَاهِر وفَاقا للشَّافِعِيّ
Sedangkan kulit bangkai, bila belum disamak maka najis. Dan
bila sudah disamak menurut pendapat yang masyhur hukumnya najis, sesusai dengan
pendapat Ahmad bin Hanbal. Dan ada yang berkata bahwa kulit itu suci
sebagaimana pendapat Asy-syafi'iyah.
Ngaji Kitab
Taqrib/Fathul Qorib
Posting Komentar