Kita memahami bahwa Masjid Rasul SAW itu didalamnya terdapat
makam beliau SAW, Abubakar ra, dan Umar ra. Masjid diperluas dan diperluas,
namun bila saja perluasannya itu akan menyebabkan hal yang dibenci dan dilaknat
Nabi SAW karena menjadikan kubur beliau SAW ditengah - tengah masjid, maka
pastilah ratusan Imam dan Ulama di masa itu telah memerintahkan agar perluasan
tidak perlu mencakup rumah Aisyah ra (makam Rasul SAW). Perluasan adalah di
zaman khalifah Walid bin Abdul Malik sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih
Bukhari, sedangkan Walid bin Abdulmalik dibai’at menjadi khalifah pada 4 Syawal
tahun 86 Hijriyah, dan ia wafat pada 15 Jumadil Akhir pada tahun 96 Hijriyah.
Lalu dimana Imam Bukhari? (194 H - 256 H), Imam Muslim? (206 H – 261H), Imam
Syafii? (150 H – 204 H), Imam Ahmad bin Hanbal? (164 H – 241 H), Imam Malik?
(93 H – 179 H) dan ratusan imam imam lainnya?
Apakah mereka diam membiarkan
hal yang dibenci dan dilaknat Rasul SAW terjadi di Makam Rasul SAW?, lalu Imam
- Imam yang hafal ratusan ribu hadits itu adalah para musyrikin yang bodoh dan
hanya menjulurkan kaki melihat kemungkaran terjadi di Makam Rasul SAW?
Munculkan satu saja dari ucapan mereka yang mengatakan bahwa perluasan Masjid
Nabawiy adalah makruh, apalagi haram. Justru inilah jawabannya, mereka diam
karena hal ini diperbolehkan, bahwa orang yang kelak akan bersujud menghadap
Makam Rasul SAW itu tidak satupun yang berniat menyembah Nabi SAW, atau
menyembah Abubakar ra atau Umar bin Khattab ra, mereka terbatasi dengan tembok,
maka hukum makruhnya sirna dengan adanya tembok pemisah, yang membuat kubur -
kubur itu terpisah dari masjid, maka ratusan Imam dan Muhadditsin itu tidak
melarang perluasan masjid Nabawiy, bahkan masjidil Haram pun berkata Imam
Baidhawiy bahwa kuburan Nabi Ismail adalah di Masjidil Haram.
Kesimpulannya, larangan membuat masjid diatas makam adalah menginjaknya dan
menjadikannya terinjak injak, ini hukumnya makruh, ada pendapat mengatakannya
haram.Tentunya jawabannya bahwa yang dilarang adalah jika untuk penyembahan
maka hancurkanlah, jika untuk tabarruk maka hal itu boleh – boleh saja.
Dijelaskan pada kitab Mughniy Almuhtaj fi Syarahil Minhaj oleh AI Imam khatiib
syarbiniy bab washaya bahwa diperbolehkan membangun kuburan para Nabi atau
Shalihin, demi menghidupkan syiar dana mengambil keberkahan.
Disebutkan pula pada Kitab Raudhatuttaibin oleh Hujjatul Islam Al Imam Nawawi
Bab Washaya bahwa Diperbolehkan untuk Muslim atau kafir dzimmiy (kafir dzimmiy
adalah kafir yang tak memusuhi atau memerangi muslimin) untuk berwasiat
membangun Masjidil Aqsha, atau masjid lainnya, atau membangun kubur para Nabi
dan para shalihin untuk menghidupkan syiar dan bertabarruk padanya.
Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar ra bila datang dari perjalanan dan tiba
Madinah maka ia segera masuk masjid dan mendatangi Kubur Nabi SAW seraya
berucap : Assalamualaika Yaa Rasulallah, Assalamualaika Yaa Ababakar,
Assalamualaika Ya Abataah (wahai ayahku)”. (Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits
No.10051)
Berkata Abdullah bin Dinar ra
Kulihat Abdullah bin Umar ra berdiri di kubur Nabi SAW dan bersalam pada Nabi SAW
lalu berdoa, lalu bersalam pada Abubakar dan Umar ra” (Sunan Imam Baihaqiy
Alkubra hadits No.10052).
Habib Munzir Al Musawwa
Posting Komentar