“Menjauhkan dari neraka”adalah larangan , pengharaman (dikerjakan berdosa)
Jika ulama berfatwa dalam perkara kewajiban
(ditinggalkan berdosa), perkara larangan (dikerjakan berdosa) dan perkara
pengharaman (dikerjakan berdosa) wajib berlandaskan dengan apa yang telah
ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla.
Contoh sederhana bagaimana mereka mengharamkan
penghormatan bendera berikut ini:
Fatwa kerajaan dinasti Saudi yang bernaung dalam
Lembaga Tetap Pengkajian dan Riset Fatwa pada Desember 2003 yang mengharamkan
bagi seorang Muslim berdiri untuk memberi hormat kepada bendera dan lagu
kebangsaan.
Ada sejumlah argumen yang dikemukakan:
Pertama, memberi hormat kepada bendera termasuk perbuatan
bid’ah yang tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah ataupun pada Khulafa’
ar-Rasyidun (masa kepemimpinan empat sahabat Nabi).
Kedua, menghormati bendera bertentangan dengan tauhid
yang wajib sempurna dan keikhlasan di dalam mengagungkan Allah semata.
Ketiga, menghormati bendera merupakan sarana menuju
kesyirikan.
Keempat, menghormati bendera merupakan kegiatan yang
mengikuti tradisi yang jelek dari orang kafir, serta menyamai mereka dalam
sikap berlebihan terhadap para pemimpin dan protokoler-protokoler resmi.
Ulama Ibnu Jibrin (salah seorang ulama terkemuka
Saudi) yang menyatakan bahwa penghormatan bendera adalah tindakan yang
menganggungkan benda mati. Bahkan tindakan itu bisa dikategorikan sebagai
kemusyrikan. Keimanan yang bisa rapuh
(terkikis) oleh karena penghormatan bendera, pada hakikatnya disebabkan
pemahaman secara ilmiah, pemahaman dengan akal pikiran (otak/logika/rasio) dan
memori. Seharusnyalah keimanan dibangun dari pemahaman secara
hikmah, pemahaman dengan akal qalbu (hati / lubb) sebagaimana Ulil
Albab.
Sejak dahulu kala penghormatan bendera adalah wujud
rasa syukur kepada Allah Azza wa Jalla atas tegaknya bendera merah putih di
bumi nusantara, wujud rasa penghargaan dan penghormatan kepada para pahlawan
yang telah mengorbankan harta, keluarga dan jiwa raga mereka bagi tegaknya
bendera merah putih. Mayoritas mereka adalah kaum muslim, para syuhada, orang-orang
yang mulia dan disisiNya. Dengan pemahaman secara ilmiah, tidak tampak lagi
rasa terima kasih mereka terhadap upaya dan perjuangan orang-orang terdahulu.
Ust. Yulizon Armansyah (PISS-KTB)
Posting Komentar