Allah Ta’ala berfirman dalam hadits
qudsi, “Tak seorang hamba pun yang turun padanya cobaan, lalu bergantung pada
makhluk, bukan padaKu, melainkan Aku memutuskan anugerah-anugerah langit dari
tangannya dan Aku bebankan masalahnya pada dirinya.”
Siapa yang mendapatkan cobaan lalu
bergantung pasdaKu bukan pada makhlukKu, melainkan Aku berikan padaNya sebelum
ia meminta kepadaKu, dan Aku mengijabahi sebelum ia mendoa kepadaKu.”
Sebuah riwayat sampai pada kami,
bahwa Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Dawud as, “Demi kemuliaan dan
kebesaranKu, dan demi keagunganKu dan ketinggianKu di atas segala makhlukKu,
bahwa tak seorang pun hamba yang bergantung padaKu bukan pada makhlukKu,
dan aku tahu ketergantungan itu dari hatinya, maka ketika langit sampai ketujuh
hingga para penghuninya, dan bumi sampai lapis tujuh dan seluruh penghuninya
sedang merekadaya padanya, melain Aku memberi jalan keluar padanya.”
“Demi kemuliaan dan kebesaranKu, dan demi keagunganKu dan ketinggianKu di atas
segala makhlukKu, bahwa tak seorang pun hamba yang bergantung pada makhlukKu
bukan padaKu, dan aku tahu ketergantungan itu dari hatinya, kecuali Aku putus
dirinya dari sebab-sebab yang menyelesaikannya, kemudian Aku tak peduli di
lembah mana Aku binasakan Dia, dan Aku penuhi hatinya kesibukan, ambisi,
angan-angan yang tak pernah sampai selama-salamanya.”
Dalam hadits dijelaskan, “Siapa
yang bergantung kepada Allah dan memohon kepada Allah, maka manusia akan butuh
kepadanya, dan dari lisannya terucapkan hikmah, serta ia dijadikan sebagai raja
dunia akhirat. Sedangkan siapa yang bergantung kepada makhluk, bukan pada Allah
Ta’ala, serta membebankan ketergantungan itu di hatinya, maka Allah SWT,
menyiksanya, dan ia diputus dari sebab-sebab instrument dunia akhirat!”.
Dalam riwayat dikatakan,
“Kosongkanlah dirimu dari kesusahan dunia semaksimalmu. Dan menghadaplah kepada
Allah Ta’ala dengan hatimu, dan bergantunglah kepadaNya dalam segala urusanmu.
Karena seorang hamba ketika menghadap kepada Allah Ta’ala dengan qalbunya, Allah menghadapkan hati para hambaNya kepadaNya. Dan siapa yang bergantung
kepada Allah, maka Allah SWT mencukupi seluruh biayanya.”
Yahya bin Mu’adz ra ditanya, “Kapankah
seseorang itu disebut bergantung kepada Allah SWT?”
“Ketika seseorang itu putus hatinya
dari ketergantungan dengan segalanya, apakah ia punya maupun tidak, serta ia
pun ridlo kepada Allah Ta’ala sebagai waki (tempat berserahnya),” jawabnya.
Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi
Dawud as, “Tak ada satu pun hamba yang beribadah kepadaNya, dan tak seorang pun
yang taqarrub, yang lebih utama bagiKu ketimbang bergantung dan pasrah
padaKu.”
Amir bin Qais ra berkata kepada
salah satu ‘arifin, “Doakan kepada Allah untukku.”
Sang arif berkata, “Anda
benar-benar minta tolong kepada orang yang lebih lemah dibanding anda sendiri?
Taatlah pada Allagh Ta’ala, bergantunglah padaNya, maka Allah Ta’ala akan
memberikan yang lebih besar ketimbang yang diminta oleh para pemohon.”
Dalam wahyu yang diturunkan kepada
Nabi Musa as, disebutkan, “Bila engkau ingin menjadi pemimpin dunia, dan
menjadi pangeran dalam pandangan yang luhur, maka pasrah total lah dirimu pada
perintahKu dan ridlo atas hukumKu.”
Syeikh Ahmad ar-Rifa’y
Posting Komentar