Hal yang
harus kita ingat selalu janganlah sembarangan mencela atau menghujat saudara
muslim lainnya dengan sebutan ahlul bid’ah. Seseorang telah berdusta jika mengaku-aku ittiba' li Rasulihi namun tidak berakhlak baik seperti
mencela, memperolok-olok, merendahkan, menghujat saudara muslim lainnya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “mencela
seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR
Muslim).
Bid’ah dholalah adalah perbuatan syirik karena
penyembahan kepada selain Allah. Bid’ah
dholalah adalah perbuatan yang tidak ada ampunannya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
إِنَّ
اللهَ
حَجَبَ
اَلتَّوْبَةَ
عَنْ
صَاحِبِ
كُلِّ
بِدْعَةٍ
“Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua ahli
bid’ah”. [Ash-Shahihah No. 1620]
Bid’ah dholalah adalah perkara baru atau
mengada-ada yang bukan kewajiban menjadi kewajiban (ditinggalkan berdosa) atau
sebaliknya, tidak diharamkan (halal) menjadi haram (dikerjakan berdosa) atau
sebaliknya dan tidak dilarang menjadi dilarang (dikerjakan berdosa) atau
sebaliknya. Rasulullah mencontohkan kita
untuk menghindari perkara baru dalam kewajiban (jika ditinggalkan berdosa)
Rasulullah bersabda, “Aku khawatir bila shalat
malam (tarawih) itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari
687).
Begitu juga kita dapat ambil pelajaran dari apa
yang terjadi dengan kaum Nasrani. ‘Adi bin
Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah –pada waktu itu dia
lebih dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat
yang artinya, “Mereka menjadikan orang–orang alimnya, dan rahib–rahib mereka
sebagai tuhan–tuhan selain Allah, dan mereka (juga mempertuhankan) al Masih
putera Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa
yang mereka persekutukan.“ (QS at Taubah [9] : 31).
Kemudian ia berkata: “Ya
Rasulullah Sesungguhnya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta
itu“. Maka jawab Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Betul! Tetapi mereka (para
pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan
menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian
itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan
apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu
melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.”
(Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
Ulama yang dalam perbincangannya, dikusi,
ceramah, atau khutbahnya sering mengangkat masalah bid'ah pada hakikatnya
termasuk ulama korban perang pemahaman. Mereka salah paham tentang bid'ah
karena mereka tidak lagi mau mentaati pemimpin (imam) ijtihad atau imam
mujtahid alias Imam Mazhab. Mereka terperosok kedalam paham anti mazhab.
Wasiat Rasulullah bahwa 'Peganglah kuat-kuat sunnah
itu dengan gigi geraham dan jauhilah ajaran-ajaran yang baru (dalam agama)
karena kebanyakan bid’ah adalah sesat.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi) pada
hakikatnya tidaklah perlu kita khawatirkan lagi karena para Imam Mazhab telah
mengumpulkan dan menguraikan dalam kitab fiqih mereka, apa yang telah
diwajibkanNya (ditinggalkan berdosa) maupun apa yang telah dilarangNya
(dikerjakan berdosa). Para Imam Mazhab telah menetapkan hukum perkara
dalam lima kategori yakni wajib, haram, sunnah (mandub), makruh, mubah.
Kita tinggal menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya.
Mereka yang tidak mentaati pemimpin (imam)
mujtahid atau Imam Mazhab boleh jadi terperosok kedalam penyembahan
kepada selain Allah karena mereka mengada-ada sesuatu yang tidak dilarang
menjadi dilarang (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya, sesuatu yang tidak
diharamkan menjadi diharamkan (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya, sesuatu
yang tidak wajib menjadi wajib (ditinggalkan berdosa) atau sebaliknya. Seluruh perkara
kewajiban (ditinggalkan berdosa), perkara larangan (dikerjakan berdosa) dan
pengharaman (dikerjakan berdosa) telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan
Allah tidak akan lupa.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa),
maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa
batas/larangan (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah
telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan
dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada
kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni,
dihasankan oleh an-Nawawi).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatkan kamu dari surga
dan menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath
Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
Ust.
Yulizon Armansyah (PISS-KTB)
Posting Komentar