Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Halal Menjadi Haram Atau Sebaliknya (1)

Halal Menjadi Haram Atau Sebaliknya (1)

Hal yang harus kita ingat selalu janganlah sembarangan mencela atau menghujat saudara muslim lainnya dengan sebutan ahlul bid’ah. Seseorang telah berdusta jika mengaku-aku ittiba' li Rasulihi namun tidak berakhlak baik seperti mencela, memperolok-olok, merendahkan, menghujat saudara muslim lainnya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR Muslim).


Bid’ah dholalah adalah perbuatan syirik karena penyembahan kepada selain Allah. Bid’ah dholalah adalah perbuatan yang tidak ada ampunannya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda


إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ

“Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua ahli bid’ah”. [Ash-Shahihah No. 1620]


Bid’ah dholalah adalah perkara baru atau mengada-ada yang bukan kewajiban menjadi kewajiban (ditinggalkan berdosa) atau sebaliknya, tidak diharamkan (halal) menjadi haram (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya dan tidak dilarang menjadi dilarang (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya. Rasulullah mencontohkan kita untuk menghindari perkara baru dalam kewajiban (jika ditinggalkan berdosa) Rasulullah bersabda, “Aku khawatir bila shalat malam (tarawih) itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687).


Begitu juga kita dapat ambil pelajaran dari apa yang terjadi dengan kaum Nasrani. ‘Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah –pada waktu itu dia lebih dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat yang artinya, “Mereka menjadikan orang–orang alimnya, dan rahib–rahib mereka sebagai tuhan–tuhan selain Allah, dan mereka (juga mempertuhankan) al Masih putera Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.“ (QS at Taubah [9] : 31). 

Kemudian ia berkata: “Ya Rasulullah Sesungguhnya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta itu“. Maka jawab Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Betul! Tetapi mereka (para pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)


Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).


Ulama yang dalam perbincangannya, dikusi, ceramah,  atau khutbahnya sering mengangkat masalah bid'ah pada hakikatnya termasuk ulama korban perang pemahaman. Mereka salah paham tentang bid'ah karena mereka tidak lagi mau mentaati pemimpin (imam) ijtihad  atau imam mujtahid alias Imam Mazhab. Mereka terperosok kedalam paham anti mazhab.


Wasiat Rasulullah bahwa 'Peganglah kuat-kuat sunnah itu dengan gigi geraham dan jauhilah ajaran-ajaran yang baru (dalam agama) karena kebanyakan bid’ah adalah sesat.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi) pada hakikatnya tidaklah perlu kita khawatirkan lagi karena para Imam Mazhab telah mengumpulkan dan menguraikan dalam kitab fiqih mereka, apa yang telah diwajibkanNya (ditinggalkan berdosa) maupun apa yang telah dilarangNya (dikerjakan berdosa). Para Imam Mazhab telah menetapkan hukum perkara  dalam lima kategori  yakni wajib, haram, sunnah (mandub), makruh, mubah. Kita tinggal menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya.


Mereka yang tidak mentaati pemimpin (imam) mujtahid  atau Imam Mazhab boleh jadi  terperosok kedalam penyembahan kepada selain Allah karena  mereka mengada-ada sesuatu yang tidak dilarang menjadi dilarang  (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya, sesuatu yang tidak diharamkan menjadi diharamkan (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya, sesuatu yang tidak wajib menjadi wajib (ditinggalkan berdosa) atau sebaliknya.  Seluruh perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa), perkara larangan (dikerjakan berdosa) dan pengharaman (dikerjakan berdosa) telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Allah tidak akan lupa.


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas/larangan (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun  yang mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)



Ust. Yulizon Armansyah (PISS-KTB)
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger